🎯 Tafsir Surat At Taghabun

Tiadaseorang bayi pun yang baru dilahirkan melainkan tertulis pada guratan kepalanya lima ayat dari surat At-Taghabun. Ibnu Asakir mengetengahkan hadis ini di dalam biografi Al-Walid ibnu Saleh, tetapi predikatnya garib sekali, bahkan munkar. Tafsir Surat Al-Anbiya, ayat 87-88 - TafsirAl Qur'an Surat At Taghabun. Langsung ke konten utama Forum Muslim Media Dakwah, Komunikasi dan Persatuan Umat Islam Telusuri. Cari Blog Ini TafsirAt Taghaabun Ayat 1-10 Surah At Taghaabun (Hari Ditampakkan Kesalahan-Kesalahan) Surah ke-64. 18 ayat. Madaniyyah بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Thisis the end of the Tafsir of Surat At-Taghabun, all the praise and appreciation is due to Allah. At-Tabari 23:420 At-Tabari 23:419, 420 At-Tabari 23:421 Muslim 4:2295 Al-Bukhari, in the book of Tawhid, chapter 46 Tuhfat Al-Ahwadhi 9:222 See volume two, Tafsir of Tafsir Tafsir Surat At-Taghabun: 1-4 Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang di langit dan bumi; hanya Allah-lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua puji-pujian; dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Dialah yang menciptakan kamu, maka di antara kamu ada yang kafir dan ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 1Hadis+at+taubah+ayat+105 2 dalil+kitab+injil 3 dalil+kitab+zabur 4 surat at taubah ayat 105 5 hadist+al-hujurat+ayat+12 6 Zabur 7 Hadis+riwayat+muslim:1635 8 ibrahim 7 9 Al Isra ayat 26-27 10 injil 11 ali imran 12 dalil+kitab+Al quran 13 dalil+kitab+taurat 14 Al baqarah ayat 208 209 15 Ali imran 159 16 Surat+al ikhlas 17 Nomor surat 18 YUNUS Inilahtafsir surat at taghabun ayat 14 15 dan ulasan lain mengenai hal-hal yang masih ada kaitannya dengan tafsir surat at taghabun ayat 14 15 yang Anda cari. Berikut ini tersedia beberapa artikel yang menjelaskan secara lengkap tentang tafsir surat at taghabun ayat 14 15. Klik pada judul artikel untuk memulai membaca. QS At-Taghabun: 5). Penjelasan Surah At-Taghabun Ayat 5. Setelah membahas tentang musibah. Allah Subhanahu wa ta’ala mengingkatkan kepada orang beriman bahwasaan istri dan anak bisa menjadi musuh. Musibah merupakan segala sesuatu tidak menyenangkan. Jadi jika kita mendapatkan istri yang memusuhi kita, itu adalah musibah. Dr Israr Ahmed, was Pakistan-based Muslim religious figure who has been described as well-known among Muslims in Pakistan, India, the Middle East, and North America. Born in East Punjab in India, he is the founder of the Tanzeem-e-islami, an off-shoot of the Jamaat-e-Islami. He had spent the " forty years" actively engaged in "reviving the Qur . يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۖ لَهُ ٱلْمُلْكُ وَلَهُ ٱلْحَمْدُ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌArab-Latin yusabbiḥu lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa alā kulli syai`ing qadīrArtinya 1. Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ فَمِنكُمْ كَافِرٌ وَمِنكُم مُّؤْمِنٌ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌhuwallażī khalaqakum fa mingkum kāfiruw wa mingkum mu`min, wallāhu bimā ta’malụna baṣīr2. Dialah yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ بِٱلْحَقِّ وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلْمَصِيرُkhalaqas-samāwāti wal-arḍa bil-ḥaqqi wa ṣawwarakum fa aḥsana ṣuwarakum, wa ilaihil-maṣīr3. Dia menciptakan langit dan bumi dengan haq. Dia membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah kembalimu.يَعْلَمُ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَيَعْلَمُ مَا تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ ۚ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِya’lamu mā fis-samāwāti wal-arḍi wa ya’lamu mā tusirrụna wa mā tu’linụn, wallāhu alīmum biżātiṣ-ṣudụr4. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi يَأْتِكُمْ نَبَؤُا۟ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِن قَبْلُ فَذَاقُوا۟ وَبَالَ أَمْرِهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌa lam ya`tikum naba`ullażīna kafarụ ming qablu fa żāqụ wa bāla amrihim wa lahum ażābun alīm5. Apakah belum datang kepadamu hai orang-orang kafir berita orang-orang kafir terdahulu. Maka mereka telah merasakan akibat yang buruk dari perbuatan mereka dan mereka memperoleh azab yang بِأَنَّهُۥ كَانَت تَّأْتِيهِمْ رُسُلُهُم بِٱلْبَيِّنَٰتِ فَقَالُوٓا۟ أَبَشَرٌ يَهْدُونَنَا فَكَفَرُوا۟ وَتَوَلَّوا۟ ۚ وَّٱسْتَغْنَى ٱللَّهُ ۚ وَٱللَّهُ غَنِىٌّ حَمِيدٌżālika bi`annahụ kānat ta`tīhim rusuluhum bil-bayyināti fa qālū abasyaruy yahdụnanā fa kafarụ wa tawallaw wastagnallāh, wallāhu ganiyyun ḥamīd6. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-Rasul mereka membawa keterangan-keterangan lalu mereka berkata “Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami?” lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak memerlukan mereka. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَن لَّن يُبْعَثُوا۟ ۚ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّى لَتُبْعَثُنَّ ثُمَّ لَتُنَبَّؤُنَّ بِمَا عَمِلْتُمْ ۚ وَذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌza’amallażīna kafarū al lay yub’aṡụ, qul balā wa rabbī latub’aṡunna ṡumma latunabba`unna bimā amiltum, wa żālika alallāhi yasīr7. Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah “Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Yang demikian itu adalah mudah bagi بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَٱلنُّورِ ٱلَّذِىٓ أَنزَلْنَا ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌfa āminụ billāhi wa rasụlihī wan-nụrillażī anzalnā, wallāhu bimā ta’malụna khabīr8. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada cahaya Al-Quran yang telah Kami turunkan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu يَجْمَعُكُمْ لِيَوْمِ ٱلْجَمْعِ ۖ ذَٰلِكَ يَوْمُ ٱلتَّغَابُنِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ وَيَعْمَلْ صَٰلِحًا يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّـَٔاتِهِۦ وَيُدْخِلْهُ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُyauma yajma’ukum liyaumil-jam’i żālika yaumut-tagābun, wa may yu`mim billāhi wa ya’mal ṣāliḥay yukaffir an-hu sayyi`ātihī wa yudkhil-hu jannātin tajrī min taḥtihal-an-hāru khālidīna fīhā abadā, żālikal-fauzul-aẓīm9. Ingatlah hari dimana Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beramal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang كَفَرُوا۟ وَكَذَّبُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَآ أُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ خَٰلِدِينَ فِيهَا ۖ وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُwallażīna kafarụ wa każżabụ bi`āyātinā ulā`ika aṣ-ḥābun-nāri khālidīna fīhā, wa bi`sal-maṣīr10. Dan orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah seburuk-buruk tempat أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌArab-Latin mā aṣāba mim muṣībatin illā bi`iżnillāh, wa may yu`mim billāhi yahdi qalbah, wallāhu bikulli syai`in alīmArtinya 11. Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ ۚ فَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَإِنَّمَا عَلَىٰ رَسُولِنَا ٱلْبَلَٰغُ ٱلْمُبِينُwa aṭī’ullāha wa aṭī’ur-rasụl, fa in tawallaitum fa innamā alā rasụlinal-balāgul-mubīn12. Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan amanat Allah dengan لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ ٱلْمُؤْمِنُونَallāhu lā ilāha illā huw, wa alallāhi falyatawakkalil-mu`minụn13. Dialah Allah tidak ada Tuhan selain Dia. Dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌyā ayyuhallażīna āmanū inna min azwājikum wa aulādikum aduwwal lakum faḥżarụhum, wa in ta’fụ wa taṣfaḥụ wa tagfirụ fa innallāha gafụrur raḥīm14. Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَٱللَّهُ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌinnamā amwālukum wa aulādukum fitnah, wallāhu indahū ajrun aẓīm15. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu, dan di sisi Allah-lah pahala yang ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ وَٱسْمَعُوا۟ وَأَطِيعُوا۟ وَأَنفِقُوا۟ خَيْرًا لِّأَنفُسِكُمْ ۗ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِۦ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَfattaqullāha mastaṭa’tum wasma’ụ wa aṭī’ụ wa anfiqụ khairal li`anfusikum, wa may yụqa syuḥḥa nafsihī fa ulā`ika humul-mufliḥụn16. Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang تُقْرِضُوا۟ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا يُضَٰعِفْهُ لَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۚ وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌin tuqriḍullāha qarḍan ḥasanay yuḍā’if-hu lakum wa yagfir lakum, wallāhu syakụrun ḥalīm17. Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan balasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُālimul-gaibi wasy-syahādatil-azīzul-ḥakīm18. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Yang Maha Perkasa lagi Maha ke-64 at-Taghabun, artinya Hari dinampakkan kesalahan-kesalahan, lengkap ayat 1-18. Surat ini menerangkan tentang tertipunya orang-orang kafir dan kerugian mereka, sebagai peringatan dari kekufuran dan para pengikutnya. 1. يُسَبِّحُ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۖ لَهُ ٱلْمُلْكُ وَلَهُ ٱلْحَمْدُ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ yusabbiḥu lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu wa huwa alā kulli syai`ing qadīr 1. Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi; hanya Allah lah yang mempunyai semua kerajaan dan semua pujian, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tafsir يُسَبِّحُ artinya senantiasa bertasbih, dalam bahasa arab يُسَبِّحُ disebut dengan fi’il mudhari, yang dalam bahasa inggris artinya present tense, yang intinya kata ini menunjukkan sedang bertasbih yang berada di langit dan di bumi, dan ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala maha suci kapan pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun Allah subhanahu wa ta’ala tetap maha suci, maka Allah subhanahu wa ta’ala tidak boleh disekutukan, tidak boleh ada aib pada diri Allah subhanahu wa ta’ala, dan juga tidak disandangkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala kekurangan apa pun, oleh karenanya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ “Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.” QS. An-Nahl 1 Pada ayat pertama dari surah at-taghobun ini Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwasanya segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi senantiasa bertasbih kepada Allah subhanahu wa ta’ala, dan ini merupakan bantahan kepada kesyirikan yang terus berjalan di alam semesta ini yang menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dengan berbagai macam bentuk, sehingga dalam ayat ini menjelaskan bahwa seluruh makhluk-Nya yang dilangit dan di bumi mensucikannya dengan bentuk fi’il mudhari’ untuk menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa disucikan. Setelah itu Allah menjelaskan sebab-sebab kenapa Dia harus disucikan, diantaranya Pertama Segala sesuatu adalah milik Allah. Karenanya Allah berfirman {لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ} “milik-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya pula segala puji” Ini semua benar bahwasanya seluruh yang ada di alam semesta ini milik Allah subhanahu wa ta’ala, dan kepemilikan yang sesungguhnya hanyalah milik Allah subhanahu wa ta’ala[1], adapun kepemilikan manusia sifatnya hanya sementara, dan kepemilikannya akan berpindah ke tangan orang lain entah itu dengan meninggalnya dia atau dengan cara direbut oleh orang lain, adapun kepemilikan Allah subhanahu wa ta’ala adalah kepemilikan yang sesungguhnya. Kemudian firman-Nya “pujian yang sesungguhnya hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala”, adapun makhluk mereka dipuji disebabkan kebaikan Allah subhanahu wa ta’ala yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada makhluk tersebut, dan kebanyakan makhluk dipuji dari satu sisi namun dia dicela dari sisi yang lain karena tidak ada makhluk yang sempurna, maka tidak ada satu makhluk pun yang selalu dipuji, terkadang dia dicela dari satu sisi dan dipuji dari satu sisi karena ada kekurangan yang melekat pada dirinya. Kalaupun mereka banyak dipuji karena banyaknya kesempurnaan yang ada pada dirinya maka hakikatnya kesempurnaan tersebut Allah subhanahu wa ta’ala yang memberikannya jadi pujian tersebut kembali kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Kedua Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ “Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.” Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan tentang kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala yang maha meliputi segala sesuatu, dan ini semua menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala harus ditasbih/disucikan dari segala bentuk kesyirikan, hal ini dikarenakan karena Allah subhanahu wa ta’ala maha kuasa atas segala sesuatu, maka Dia satu-satunya yang berhak untuk disembah bukan yang lainnya[2]. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan tentang salah satu bentuk kekuasaan-Nya di dalam ayat berikutnya, Ketiga Allah yang menciptakan seluruh manusia. ____________ Footnote [1] Lihat At-Tahrir wat-Tanwir 28/261 [2] Lihat At-Tahrir wat-Tanwir 28/261 14. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ مِنْ أَزْوَٰجِكُمْ وَأَوْلَٰدِكُمْ عَدُوًّا لَّكُمْ فَٱحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِن تَعْفُوا۟ وَتَصْفَحُوا۟ وَتَغْفِرُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ yā ayyuhallażīna āmanū inna min azwājikum wa aulādikum aduwwal lakum faḥżarụhum, wa in ta’fụ wa taṣfaḥụ wa tagfirụ fa innallāha gafụrur raḥīm 14. Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Tafsir Dalam ayat Allah subhanahu wa ta’ala memperingatkan kita bahwa ada di antara keluarga kita di antaranya istri-istri dan anak-anak kita yang bisa menghalangi kita dari beriman kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menghalangi kita dari menjalani ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istri kalian dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka berhati-hatilah kalian terhadap mereka.” Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa ada diantara istri-istri dan anak-anak kita ada yang menjadi musuh bagi kita, dan musuh adalah seseorang yang menginginkan untuk menimpakan keburukan kepada yang lainnya, dan Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan disini sebagian مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ “dari sebagian istri-istri kalian dan anak-anak kalian” jadi tidak semua istri-istri dan anak-anak itu buruk, karena ada diantara mereka yang baik. Termasuk contoh istri yang baik adalah sebagaimana yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sabdakan, dari Tsauban, ia berkata لَمَّا نَزَلَ فِي الْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ مَا نَزَلَ قَالُوا فَأَيَّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ عُمَرُ أَنَا أَعْلَمُ ذَلِكَ لَكُمْ. قَالَ فَأَوْضَعَ عَلَى بَعِيرٍ فَأَدْرَكَهُ، وَأَنَا فِي أَثَرِهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ، أَيَّ الْمَالِ نَتَّخِذُ؟ قَالَ ” لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا، وَلِسَانًا ذَاكِرًا، وَزَوْجَةً تُعِينُهُ عَلَى أَمْرِ الْآخِرَةِ “ “Tatkala turun ayat yang berkaitan dengan masalah perak dan emas, para sahabat bertanya, “Lantas harta apa yang kita ambil?” Umar berkata “Aku akan memberitahukan kepada kalian masalah itu.” Umar lantas naik ke atas untanya dan menemui beliau shallallahu alaihi wasallam, sementara aku mengikuti di belakangnya. Umar bertanya; “wahai Rasulullah, harta apa yang boleh kita ambil?” Beliau menjawab “Hendaknya salah seorang dari kalian menjadikan hatinya sebagai hati yang bersyukur, lisan yang berdzikir dan istri yang menolongnya dalam urusan akhiratnya.” [1] Hadits ini menunjukkan bahwa salah satu bentuk kenikmatan adalah ketika memiliki istri yang senantiasa mengingatkan suaminya tentang perkara akhirat, sering memotivasi dia untuk senantiasa berinfak, mengingatkan untuk berbakti kepada kedua orang tuanya, membangunkan dia untuk shalat subuh, dan membangunkan dia untuk shalat malam. Akan tetapi Allah subhanahu wa ta’ala juga mengingatkan bahwa diantara istri-istri terdapat musuh bagi suaminya yang selalu membuat masalah, yang menghalangi suaminya dari berbuat kebaikan, ketika ingin berbuat baik kepada orang tua dihalang-halangi, ingin berbuat baik terhadap kerabat dihalang-halangi, dia yang mengajarkan suaminya menjadi pelit, mengajarkan suaminya untuk terus memikirkan dunia, bahkan mengajarkan suaminya untuk berhutang demi memiliki perhiasan dunia, dan yang lainnya. Istri seperti ini dialah musuh bagi suaminya yang menginginkan keburukan kepada suaminya. Demikian juga anak-anak sebagaimana yang diriwayatkan dari Ya’la al-Amiri, جَاءَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ يَسْعَيَانِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَضَمَّهُمَا إِلَيْهِ وَقَالَ إِنَّ الْوَلَدَ مَبْخَلَةٌ مَجْبَنَةٌ» “datang Al-Hasan dan Al-Husain berjalan menuju Nabi shallallahu alaihi wa sallam maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam merangkul meraka berdua dan bersabda sesungguhnya anak membuat orang menjadi pelit dan penakut.” [2] Dalam hadits ini disebutkan bahwa anak menjadi sebab seseorang menjadi pelit dan penakut, ketika dia mau berinfak lalu dia memikirkan anak-anaknya akhirnya membuatnya tidak jadi berinfak, dan ketika dia ingin berjihad lalu dia memikirkan anak-anaknya lalu berpikir jika dia meninggal maka siapa yang akan mengurus anak-anaknya? Akhirnya membuatnya tidak jadi berjihad. Bahkan anak-anak bisa membuat seseorang terjerumus ke dalam kemaksiatan ketika anaknya banyak keinginan, ingin ini dan ingin itu lalu dia menuruti semua keinginan anaknya akhirnya dia terjerumus ke dalam kemaksiatan, contohnya ketika anaknya ingin menonton di bioskop, demi menyenangkan anaknya dia mengikutinya. Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala mengingatkan untuk berhati-hati فَاحْذَرُوهُمْ “maka berhati-hatilah kalian terhadap mereka”, karena sebagian orang mengatakan bahwa ini seperti musuh dalam selimut yaitu musuh yang tidak disadari, rasa cinta terhadap istri dan anak-anak dengan rasa cinta yang berlebihan sehingga membuatnya tidak bisa menimbang dengan timbangan syar’i, akhirnya dia menuruti semua keinginan istri-istri dan anak-anaknya dan dia terjerumus ke dalam kemaksiatan tanpa dia sadari. Seperti yang dijelaskan oleh penulis bahwa sebab turunnya ayat ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, وَسَأَلَهُ رَجُلٌ عَنْ هَذِهِ الآيَةِ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ} قَالَ هَؤُلَاءِ رِجَالٌ أَسْلَمُوا مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ وَأَرَادُوا أَنْ يَأْتُوا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَبَى أَزْوَاجُهُمْ وَأَوْلَادُهُمْ أَنْ يَدَعُوهُمْ أَنْ يَأْتُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَوْا النَّاسَ قَدْ فَقُهُوا فِي الدِّينِ هَمُّوا أَنْ يُعَاقِبُوهُمْ»، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ} [التغابن 14] الآيَةَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ “ Ibnu Abbas ditanya oleh seorang laki-laki mengenai ayat ini {Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka} QS. Attaghabun 14, beliau menjawab mereka adalah para lelaki penduduk Makkah yang telah masuk Islam, dan ingin menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam , namun istri-istri dan anak-anak mereka enggan jika mereka ditinggalkan untuk menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa salam. Ketika mereka mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa salam , mereka melihat orang-orang yang telah datang lebih dahulu sungguh telah memahami agama, sehingga mereka berniat ingin menghukum istri-istri dan anak-anak mereka, maka turunlah ayat ini {Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka} QS. Attaghabun 14.”[3] Dan ini bukan hanya untuk para istri saja, namun para suami juga bisa menjadi musuh bagi para istri jika mereka menghalangi istri-istri mereka dari ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. [4] Kemudian firman Allah subhanahu wa ta’ala, وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “dan jika kalian maafkan dan kalian santuni serta ampuni mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Ini merupakan arahan ilahi yang indah, karena dalam ayat ini menjelaskan bahwa meskipun di antara istri-istri dan anak-anak ada yang merupakan musuh dan kita diperintahkan untuk waspada dan hati-hati, namun bukan berarti lantas kita menjadi pelit dan marah terhadap istri dan anak-anak, karena bagaimanapun mereka adalah istri-istri dan anak-anak kita. Allah subhanahu wa ta’ala memberi arahan dan bimbingan dengan firman-Nya وَإِنْ تَعْفُوا “dan jika kalian maafkan”, وَتَصْفَحُوا “dan kalian berlapang dada” yaitu melapangkan dada tanpa perlu mencela namun cukup dinasihati, karena ketika mereka salah maka hakikatnya sang suami juga salah karena terlalu mengikuti kemauan mereka, وَتَغْفِرُوا “kalian menutupi” yaitu menutupi kesalahan mereka[5], tidak perlu bercerita kepada orang lain sebab dia tidak bisa melalukan ketaatan karena disebabkan istri-istri dan anak-anaknya, karena kesalahan mereka bukanlah untuk diceritakan kepada orang lain, maka disini Allah subhanahu wa ta’ala memberikan solusi وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا “dan jika kalian maafkan dan kalian tidak mencela, serta menutupi kesalahan mereka”. Mengapa suami dilarang untuk memarahi istri-istri dan anak-anaknya yang telah membuatnya lalai dari ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala?, hal ini dikarenakan bagaimanapun juga mereka adalah istri-istri dan anak-anaknya, dan bukanlah orang lain, yang mana mereka adalah kecintaannya, yang memiliki jasa baik lainnya, memberikan kebahagiaan kepadanya. Karenanya dilarang untuk mencela dan memarahi mereka atau menghukum mereka. Uslub/metode ini disebut dalam istilah tafsir dengan الاِحْتِرَاس, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala mendatangkan suatu pernyataan untuk menepis prasangka yang keliru yang mungkin muncul terhadap pernyataan yang sebelumnya. Dalam hal ini ketika Allah berfirman إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ “Sesungguhnya di antara istri-istri kalian dan anak-anak kalian ada yang menjadi musuh bagi kalian, maka berhati-hatilah kalian terhadap mereka”, maka ketika ada seseorang yang membaca ayat ini kawatir ia salah paham, dan menyangka harus menghukum anak dan istrinya yang menyebabkannya lalai. Maka untuk menepis kemungkinan persangkaan ini maka Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan setelahnya وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا “dan jika kalian maafkan dan kalian tidak mencela, serta menutupi kesalahan mereka”. Ini menunjukkan untuk kita tetap harus sayang kepada istri-istri dan anak-anak kita meskipun dalam kondisi mereka jelas-jelas salah, entah karena menjerumuskan kita sehingga menjadi pelit, atau menghalangi kita dari menuntut ilmu, atau menyebabkan kita kurang berbakti kepada orang tua, dan lain-lain, namun kita tetap dilarang untuk memarahi mereka, mencela mereka, dan mengumbar aib mereka. Apalagi jika kesalahan mereka hanya berupa kesalahan yang ringan maka lebih dilarang lagi bagi kita untuk memarahi mereka, mencela mereka, dan mengumbar aib mereka. Dan jika seorang suami sudah melakukan apa yang Allah subhanahu wa ta’ala perintahkan yaitu وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا “dan jika kalian maafkan dan kalian tidak mencela, serta menutupi kesalahan mereka” maka balasannya adalah فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Maksudnya adalah اَلْجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ “balasan sesuai dengan amal”, sebagaimana kalian mengampuni istri-istri dan anak-anak kalian maka Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni kalian. Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala tidak memberikan janji-janji yang lain dan Allah subhanahu wa ta’ala hanya memberikan janji akhirat, yaitu ketika seorang suami memaafkan istri-istri dan anak-anaknya, menasihati mereka, tidak mencela mereka, dan tidak membongkar aib mereka maka Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuninya, dan ini yang paling diharapkan oleh seorang hamba di akhirat, yaitu diampuni dosa-dosanya. Dan itu bisa ia raih dengan mengampuni istri-istri dan anak-anaknya. ____________ Footnote [1] HR. Ahmad no. 22437, dikatakan oleh Syu’aib al-Arnauth hadits ini hasan lighoirih [2] HR. Ibnu Majah no. 3666, dan hadits ini dishohihkan oleh Al-Albani [3] HR. At-tirmidzi no. 3317 dan ia berkata, “Hadits ini adalah hadits hasan shahih”, dan hadits ini dihasankan oleh Al-Albani. [4] Lihat Tafsir Al-Qurthubi 18/142 [5] Lihat At-Tahrir- wat-Tanwir 28/285

tafsir surat at taghabun